Wednesday 20 May 2015

TOKOH PENDIDIKAN INDONESIA

TOKOH PENDIDIKAN INDONESIA? Apakah anda bisa menyebutkan 5 diantara banyaknya tokoh pendidikan indonesia? Mungkin sebagian orang bersusah payah menyebutkan siapa saja sebenarnya tokoh pendidikan indonesia. Entah karena sibuk dengan kesibukan sehari-hari sehingga lupa sejarah, entah karena tidak mau tahu. Tapi kita sangat berterima kasih atas jasa para pahlawan atau tokoh pendidikan indonesia.

Tipskul mengumpulkan beragam Tokoh Pendidikan Indonesia sebagai berikut :

Ki Hadjar Dewantara.
Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 – meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun, beliau adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).  Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.

Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya : “TUT WURI HANDAYANI”, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998.

Raden Adjeng Kartini.

Raden Adjeng Kartini atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini, beliau lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 dan meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun. R.A Kartini adalah seorang tokoh pendidikan perempuan dari suku Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.
Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf- vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas dasar Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air).

Prof. Dr. Slamet Iman Santoso.
Prof. Dr. Slamet Iman Santoso
Prof. Dr. Slamet Iman Santoso

Prof. Dr. Slamet Iman Santoso dilahirkan di Wonosobo, 7 September 1907.  Wafat di Jakarta, 9 Novenber 2004.  Beliau beragama Islam.  Isterinya bernama Suprapti Sutejo.  Pendidikan yang pernah ditempuh adalah ELS Magelang 1912 – 1917, HIS Magelang 1918 – 1920, Mulo Magelang 1920 – 1923, MAS-B Yogyakarta 1923 – 1926, Indische Atrs Stovia 1926 – 1932, dan Geneeskunde School of Arts, Batavia Sentrum 1932 – 1934.

Kariernya adalah Pendiri Fakultas Psikologi UI, PR Bidang Akademisi UI,  Guru Besar Fak. Kedokteran UI dan Fak. Psikologi UI, Dosen Lemhanas,  Dewan Kurator Universitas Mertju Buana.

Karya-karya yang ditulisnya antara lain: Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan, The Social Background for Psychology in Indonesia,  Psychiatry dan Masyarakat Kesejahteraan Jiwa: School Health in The Communnity,  Sekolah sebagai Sumber Penyakit atau Sumber Kesejahteraan,  Dasar Stadium Generale, Pendidikan Universitas Atas Dasar Teknik dan Keilmuan,  Dasar-Dasar Pendidikan.

Maria Walanda Maramis.
Maria Josephine Catherine Maramis
Maria Josephine Catherine Maramis

Maria Josephine Catherine Maramis (lahir di Kema, Sulawesi Utara, 1 Desember 1872 – meninggal di Maumbi, Sulawesi Utara, 22 April 1924 pada umur 51 tahun), atau yang lebih dikenal sebagai Maria Walanda Maramis, adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia karena usahanya untuk mengembangkan keadaan wanita di Indonesia pada permulaan abad ke-20
Setiap tanggal 1 Desember, masyarakat Minahasa memperingati Hari Ibu Maria Walanda Maramis, sosok yang dianggap sebagai pendobrak adat, pejuang kemajuan dan emansipasi perempuan di dunia politik dan pendidikan. Menurut Nicholas Graafland, dalam sebuah penerbitan "Nederlandsche Zendeling Genootschap" tahun 1981, Maria ditahbiskan sebagai salah satu perempuan teladan Minahasa yang memiliki "bakat istimewa untuk menangkap mengenai apapun juga dan untuk memperkembangkan daya pikirnya, bersifat mudah menampung pengetahuan sehingga lebih sering maju daripada kaum lelaki".
Untuk mengenang jasanya, telah dibangun Patung Walanda Maramis yang terletak di Kelurahan Komo Luar, Kecamatan Wenang, sekitar 15 menit dari pusat kota Manado yang dapat ditempuh dengan angkutan darat. Di sini, pengunjung dapat mengenal sejarah perjuangan seorang wanita asal Bumi Nyiur Melambai ini. Fasilitas yang ada saat ini adalah tempat parkir dan pusat perbelanjaan.

RA. Dewi Sartika.
Dewi Sartika
Dewi Sartika

Dewi Sartika dilahirkan di keluarga priyayi Sunda, Nyi Raden Rajapermas dengan Raden Somanagara.Meskipun bertentangan dengan adat waktu itu, ayah-ibunya bersikukuh menyekolahkan Dewi Sartika di sekolah Belanda.Setelah ayahnya wafat, Dewi Sartika diasuh oleh pamannya (kakah ibunya) yang menjadi patih di Cicalengka. Oleh pamannya itu, ia mendapatkan pengetahuan mengenai kebudayaan Sunda, sementara wawasan kebudayaan Barat didapatkannya dari seorang nyonya Asisten Residen berkebangsaan Belanda.

Sedari kecil , Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat pendidik dan kegigihan untuk meraih kemajuan. Sambil bermain di belakang gedung kepatihan, beliau sering memperagakan praktik di sekolah, belajar baca-tulis, dan bahasa Belanda, kepada anak-anak pembantu di kepatihan. Papan bilik kandang kereta, arang, dan pecahan genting dijadikannya alat bantu belajar.

Waktu itu, Dewi Sartika baru berumur sekitar sepuluh tahun, ketika Cicalengka digemparkan oleh kemampuan baca-tulis dan beberapa patah kata dalam bahasa Belanda yang ditunjukkan oleh anak-anak pembantu kepatihan.Gempar, karena waktu itu belum ada anak (apalagi anak rakyat jelata) yang memiliki kemampuan seperti itu, dan diajarkan oleh seorang anak perempuan.

Setelah remaja, Dewi Sartika kembali lagi kepada ibunya di Bandung.Jiwanya yang telah dewasa semakin menggiringnya untuk mewujudkan cita-citanya. Hal ini didorong pula oleh pamannya, Bupati Martanagara, yang memang memiliki keinginan yang sama. Tetapi, meski keinginan yang sama dimiliki oleh pamannya, tidak menjadikannya serta merta dapat mewujudkan cita-citanya. Adat yang mengekang kaum wanita pada waktu itu, membuat pamannya mengalami kesulitan dan khawatir.Namun karena kegigihan semangatnya yang tak pernah surut, akhirnya Dewi Sartika bisa meyakinkan pamannya dan diizinkan mendirikan sekolah untuk perempuan.

Tahun 1906, Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata, beliau memiliki visi dan cita-cita yang sama dengan Dewi Sartika, guru di sekolah Karang Pamulang, yang saat itu merupakan sekolah Latihan Guru.

Sejak 1902, Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum perempuan.Di sebuah ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung, Dewi Sartika mengajar di hadapan anggota keluarganya yang perempuan. Merenda, memasak, jahit-menjahit, membaca, menulis dan sebagainya, menjadi materi pelajaran saat itu

Usai berkonsultasi dengan Bupati R.A. Martenagara, pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda. Tenaga pengajarnya tiga orang : Dewi Sartika dibantu dua saudara misannya, Ny. Poerwa dan Nyi.Oewid.Murid-murid angkatan pertamanya terdiri dari 20 orang, menggunakan ruangan pendopo kabupaten Bandung.

Setahun kemudian, 1905, sekolahnya menambah kelas, sehingga kemudian pindah ke Jalan Ciguriang, Kebon Cau. Lokasi baru ini dibeli Dewi Sartika dengan uang tabungan pribadinya, serta bantuan dana pribadi dari Bupati Bandung. Lulusan pertama keluar pada tahun 1909, bahasa sundabisa lebih mememenuhi syarat kelengkapan sekolah formal.

Pada tahun-tahun berikutnya di beberapa wilayah Pasundan bermunculan beberapa Sakola Istri, terutama yang dikelola oleh perempuan-perempuan Sunda yang memiliki cita-cita yang sama dengan Dewi Sartika. Pada tahun 1912 sudah berdiri sembilan Sakola Istri di kota-kota kabupaten (setengah dari seluruh kota kabupaten se-Pasundan). Memasuki usia ke-sepuluh, tahun 1914, nama sekolahnya diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan). Kota-kota kabupaten wilayah Pasundan yang belum memiliki Sakola Kautamaan Istri tinggal tiga/empat, semangat ini menyeberang ke Bukittinggi, di mana Sakola Kautamaan Istri didirikan oleh Encik Rama Saleh. Seluruh wilayah Pasundan lengkap memiliki Sakola Kautamaan Istri di tiap kota kabupatennya pada tahun 1920, ditambah beberapa yang berdiri di kota kewedanaan.

Bulan September 1929, Dewi Sartika mengadakan peringatan pendirian sekolahnya yang telah berumur 25 tahun, yang kemudian berganti nama menjadi “Sakola Raden Déwi”. Atas jasanya dalam bidang ini, Dewi Sartika dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah Hindia-Belanda.

Dewi Sartika meninggal 11 September 1947 di Tasikmalaya, dan dimakamkan dengan suatu upacara pemakaman sederhana di pemakaman Cigagadon – Desa Rahayu Kecamatan Cineam.  Tiga tahun kemudian dimakamkan kembali di kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang Anyar, Bandung.

Bu Kasur.
Bu Kasur
Bu Kasur

Bu Kasur bernama asli Sandiah.  Beliau Lahir di  Jakarta, 16 Januari 1926.  Wafat di  Jakarta, 22 Oktober 2002 dan dikebumikan di Kaliori, Purwokerto, Jawa Tengah (23 Oktober 2002).  Suaminya bernama Suryono (Pak Kasur).  Pendidikanyang pernah ditempuhnya adalah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs MULO 1930.  Kariernya adalah sebagai pencipta lagu anak-anak, pendiri dan pengasuh TK Mini Pak Kasur (1965), pengasuh dan pembawa acara anak di radio dan televisi.  Penghargaan yang pernah diperolehnya antara lain:  Bintang Budaya Para Dharma (1992), penghargaan dari Presiden dalam rangka Hari Anak Nasional (1988), Centro Culture Italiano Premio Adelaide Ristori Anno II (1976).

Sedangkan TOKOH PENDIDIKAN INDONESIA yang lainnya adalah : Abdoel Kahar Moezakir, Abdul Karim Amrullah, Ahmad Dahlan, Ahmad Syafii Maarif,  Arief Rachman, Ashin Jinarakkhita, Hasyim Asy'ari, Ichlasul Amal, Kasmat Bahuwinangun, Koesnadi Hardjasoemantri, Malik Fajar, Mohammad Adnan, Nazir Alwi, Prabuningrat, Revrisond Baswir, Saldi Isra, Sam Ratulangi, Sandiah Kasur, Sardjito, Seto Mulyadi, Slamet Iman Santoso, Soedijarto, Soekanto Reksohadiprodjo, Soepojo Padmodipoetro, Soeroso Prawirohardjo, Sukadji Ranuwihardjo, Sunaryo Kartadinata,  Sutomo, Teuku Jacob dan lain sebagainya.

TOKOH PENDIDIKAN INDONESIA dari jaman ke jaman berbagai metode dalam memajukan Pendidikan di Indonesia.

Jangan lupa baca dan kenali juga : TOKOH PENDIDIKAN DUNIA.

Semoga artikel TOKOH PENDIDIKAN INDONESIA dari TIPSKUL ini berguna untuk Pendidikan dan mengingat kembali TOKOH PENDIDIKAN INDONESIA yang telah berjasa bagi Indonesia.

Dirangkum dari berbagai sumber.

0 komentar:

Post a Comment